English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified


Orang tuli, buta dan bisu bukan merupakan orang yang dibebaskan dari hukum dalam Islam, yang dibebaskan hanya seperti anak-anak belum baligh, gila, bodoh dan orang terpaksa. Selama Orang tuli, buta dan bisu pandai, tidak bodoh, maka hukum baginya sama saja dengan orang normal lainnya. Pada zaman modern ini, mengajari Orang tuli, buta dan bisu bukanlah suatu hal yang sulit, karena ada sekolah luar biasa yang diperuntukan untuk orang-orang seperti mereka. Namun kalau orang tuli, buta dan bisu ini tidak mempunyai kesempatan belajar, karena faktor biaya dan sebagainya, maka dia dianggap orang bodoh itu diringankan hukum Islam atasnya.

Oleh: Abu Khadijah Bin Agil
SEPERTI tahun-tahun sebelumnya, peringatan Valentine`s Day (V-Day) akan kembali banyak dirayakan oleh banyak remaja. Mall-mall dan pusat perbelanjaan tidak mau kalah start, turut bersolek menampilkan atribut dan dekorasi yang menandai datangnya “hari cinta” dengan menghadirkan aksesoris seperti bunga mawar merah, lambang love, bahkan memberikan potongan harga besar-besaran demi menyambutnya.
PERANG SALIB (1095 – 1291 M)

Satpol PP Wilayatul Hisbah (WH) Aceh menggelar razia penegakan aqidah, akhlak dan syiar Islam. Semua yang melintasi jalan raya di Simpang Mesra Banda Aceh menuju ke Darussalam dihentikan yang tidak menggunakan pakai muslimah, demikian juga laki-laki yang mengenakan celana pendek.

Pantauan merdeka.com, Rabu (5/2), WH juga sempat menghentikan dua orang wanita tidak mengenakan jilbab. Setelah diperiksa, ternyata wanita tersebut non-muslim, maka petugas langsung melepaskan perempuan itu.

Shalat Dhuha adalah shalat sunnat yang dilakukan seorang muslim ketika waktu dhuha. Waktu dhuha adalah waktu ketikamatahari mulai naik kurang lebih 7 hasta sejak terbitnya (kira-kira pukul tujuh pagi) hingga waktu dzuhur. Jumlah raka'at shalat dhuha bisa dengan 2,4,8 atau 12 raka'at. Dan dilakukan dalam satuan 2 raka'at sekali salam.

Film Kingdom of Heaven karya Sir Ridley Scott merekam kecerdasan nurani panglima tertinggi Islam ini. Barat pun menghargainya.
WINATAJOURNAL.BLOGSPOT.COM
Patung Shalahuddin Al-Ayyubi
Di tenda besar berwarna putih itu, di tengah Perang Salib yang menghabiskan banyak korban, waktu, dan biaya itu, terdengar dialog bernas antara Saladin dan tangan kanannya. 



RUBEN Abu Bakr, pria asal Australia yang sangat humoris. Semula, ia adalah seorang atheis. Akan tetapi, belakangan ia berhasrat mencari keberadaan Tuhan. Dia kemudian mempelajari seluruh agama, mulai dari Kristen, Katolik, Budha, Hindu hingga yahudi.




Kisah Ruben bermula ketika ia duduk di bangku kuliah. Kala itu, ia harus menghadapi beragam peristiwa berat. Sahabatnya tewas karena narkoba. Tidak lama kemudian, orang tuanya bercerai. Ia pun dilanda kemiskinan.

“Bahkan, anjing peliharaanku pun mati,” tutur Ruben

Frustrasi atas musibah kematian kerabat yang terus dihadapinya, ia pun bertanya-tanya tentang tujuan hidup. Tentu, hidup tak sekadar untuk mati. Berangkat dari pemikiran itu, ia pun mencari keberadaan Tuhan dengan meneliti setiap agama yang ada.



Nasrani menjadi agama pertama yang mendapat perhatian Ruben untuk diselidiki. Hal ini mengingat hampir semua temannya menganut agama berkitab suci Injil tersebut. Ruben pun menuju gereja dan mendapati orang-orang yang bernyanyi memuji Tuhan dan mengatakan Tuhan Maha Pengasih. Pengalaman pertamanya ke gereja tak serta-merta membuat Ruben puas. Ia terus mempelajari Kristen, termasuk tentang Katolik, Anglikan, Baptisme, imam, pendeta, dan lain sebagainya. Ia pun memiliki banyak pertanyaan mengenai Kristen dan merasa tak cocok dengan agama ini.

Pencarian pun berlanjut. Ia beralih menyelidiki agama Buddha. Kebetulan, Ruben yang bekerja paruh waktu di pom bensin berteman dengan seorang beragama Buddha. Ia tercengang ketika tahu Tuhan Buddha berkepala gajah.

“Mengapa pria memiliki kepala gajah? Dapatkah kita memilih kepala singa? Atau sesuatu yang lebih perkasa?” tanya Ruben kepada temannya.

Ruben menganggapnya tidak logis. Ia juga sempat mempelajari agama Mormon. Awalnya, dia menilai, ajaran agama ini sangat baik karena tidak memperbolehkan penganutnya meminum alkohol, kafein, dan cola. Namun, Ruben tidak menemukan kebaikan iman di agama ini. Ia kemudian menyelidiki agama Yahudi. Namun lagi-lagi, Ruben tidak menemukan apa yang ia cari.

Merasa upayanya sia-sia, Ruben pun menemui seorang temannya untuk berkonsultasi. Si teman yang beragama Kristen pun bertanya, “Bagaimana dengan Islam?”

Ruben pun sontak menolak. ”Apa? Islam? Untuk apa aku menyelidiki agama terorisme? Gila!” seru Ruben.

Bagai menelan air ludah. Terbukti, lidah Ruben tak sesuai dengan tubuhnya. Ia kemudian melangkah memasuki masjid ketika suatu kali melewatinya.

“Aku tidak tahu apa yang menggerakkanku, yang jelas aku mengenakan sepatu dan langsung masuk begitu saja. Aku pikir, aku akan mati di masjid karena aku satu-satunya orang kulit putih.” Kata Ruben

Ruben pun bertemu dengan seorang pria berperawakan besar asal Timur Tengah, berjanggut dan mengenakan gamis. Ruben menggambarkannya mirip para tersangka teroris. Yang mengagetkan, sosok tersebut menyapa sangat ramah, bahkan menyuguhkan sajian layaknya menerima tamu.

”Namanya Abu Hamzah. Aku tak pernah membayangkan akan mendapat perlakuan seperti ini,” kenang Ruben.

Ruben pun serta-merta menanyakan banyak hal tentang Islam. Misalnya, mengapa Abu Hamzah berjanggut dan mengapa Muslimah berhijab. Ia menanyakan pula mengenai praktik poligami dan lain sebagainya. Saat itu, Ruben dengan sombong menyangka pertanyaan itu sangat berat dan akan menyulitkan Abu Hamzah. Namun, lagi-lagi Ruben tercengang. Abu Hamzah mengambil Al-Quran dan menjelaskannya sesuai firman Allah SWT.

“Mereka selalu membuka Al-Quran untuk menjawab dan sama sekali tidak beropini sendiri. Mereka mengatakan tak boleh beropini tentang firman Tuhan,” tutur Ruben terpesona.

Ia pun membawa pulang sebuah kitab Al-Qur’an dari masjid tersebut. Ruben membaca terjemahannya dan sangat terkagum-kagum. Ia terpesona bagaimana Al-Qur’an menjelaskan proses penciptaan manusia. Butuh enam bulan bagi Ruben untuk menelaah Al-Qur’an, hingga ia menyimpulkan, ”Inilah yang aku cari dan perlukan.”

Dari tahap awal tersebut, Ruben pun berpikir untuk menantang Allah SWT. sebelum benar-benar bersyahadat dan memeluk Islam. Ia menyalakan lilin, duduk di dekat jendela, seraya berkata,

“Allah, ini adalah saat bagi saya untuk terjun ke Islam. Yang saya butuhkan hanya sebuah tanda. Hanya tanda kecil, mungkin sedikit petir, atau mungkin rumah yang runtuh.”

Lama ia menunggu, tidak ada tanda apa pun. Lilin yang ia harapkan padam sebagaimana yang sering ia lihat di film, tidak terjadi. “Ayolah Allah, satu saja,” Ruben memaksa.

Namun, tetap tidak ada apa pun yang terjadi. Ruben merasa kecewa kepada Allah. Dengan perasaan kecewa, Ruben kembali membuka Al-Qur’an, kemudian membaca ayat,
“Dan Dia menundukkan malam dan siang, matahari, dan bulan untukmu. Dan, bintang-bintang itu ditundukkan (untukmu) dengan perintah-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda-tanda (kekuasaan Allah SWT.) bagi kaum yang memahami-(nya).”

Membaca ayat tersebut, bulu roma Ruben berdiri. Ia segera lari ke tempat tidur dan sembunyi di balik selimut. Berkeringat dingin, ia tidak mampu melakukan apa pun saking takutnya.

“Betapa arogan aku menuntutNya, padahal matahari dan semua yang diciptakan-Nya merupakan tanda…”

Kapok menantang Allah SWT. Ruben pun kembali ke masjid dan bermaksud mengucapkan syahadat. Jamaah di masjid pun menyaksikan perubahan hidup Ruben menuju kebaikan.

Namun, Ruben mengaku kesulitan saat harus mengucapkan syahadat dengan bahasa Arab.

“Bisakah aku mengucapkannya dengan bahasa Inggris?” tawarnya kepada Abu Hamzah.

Tentu saja, permintaan Ruben tidak diizinkan. Meski harus berkali-kali keseleo lidah, akhirnya Ruben mampu bersyahadat. Usai mengucapkan syahadat, seluruh jamaah pria di masjid pun menciumnya. Saat itu, masjid dipenuhi jamaah karena bertepatan dengan hari pertama Ramadhan. Menurut Ruben, baru kali itu ia dicium begitu banyak pria. Namun, ia sangat senang. Ini peristiwa sangat berharga dan tak mungkin ia lupakan.

Sementara itu, keluarganya merasa cemas dengan keislaman Ruben. Mereka menyangka putra mereka telah masuk ke dalam kelompok teror.

“Mereka takut jika nanti aku memegang senapan AK 47 dan granat,”kata Ruben sembari tersenyum. Namun, hari demi hari, orang tua Ruben justru mendapati anaknya menjadi pribadi yang patuh dan baik. Mereka pun menyukai perubahan Ruben.

Bahkan, sang ayah ikut tertarik membaca Al-Quran. Dan berkata “Kini, kamu menjadi orang yang lebih bisa diandalkan, dipercaya, dan dapat dimintai tolong,”

Sumber : http://www.lampuislam.blogspot.com/